BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu
merupakan alat pembeda tingkatan derajat diantara manusia selain taqwa kepada
Allah. Semakin banyak dan tinggi ilmu yang dimiliki oleh manusia maka semakin
tinggi pula derajatnya, setidaknya di mata manusia. Dengan ilmu, manusia bisa
membedakan baik dan buruk, sehingga manusia dapat dikatakan sebagaimana
layaknya manusia. Dinamika yang dialami oleh ilmu sangat panjang, zaman dahulu
manusia belum mensistemkan ilmu sehingga dikatakan ilmu yang mereka pakai masih
seputar pengetahuan yang didapat dari empirik. Seiring perkembangan
zaman, manusia mulai mensistemkan ilmu sehingga muncullah metode ilmiah beserta
teori-teori ilmiah. Kemajuan dalam berfikir menghasilkan berbagai jenis ilmu
serta pengklasifikasiannya, seperti ilmu alam dan ilmu human. Ilmu yang dikenal saat ini adalah kumpulan
dari pengetahuan manusia yang kemudian diuji secara ilmiah sehingga menghasilkan
suatu ilmu.
Dengan
adanya ilmu, manusia mengkaji berbagai bidang dengan ilmu itu seperti ilmu
sosial, ilmu budaya, serta ilmu politik. Ketiga macam ilmu tersebut masuk dalam
ilmu humanistik dimana objeknya adalah manusia, berarti masalah yang
dihadapai sangat kompleks dan terus berkembang secara pesat. Salah satu cara
yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah manusia adalah dengan mengkaji
prinsip-prinsip dasar dari masing-masing ilmu tersebut yang dianggap pokok
dalam menghadapi problem masyarakat sehingga mampu menghadapi masalah
kemanusian yang semakin rumit. Dalam hal ini, selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah, kami juga ingin mengkaji “ilmu dan sosial/budaya/politik” dengan
harapan mendapat gambaran tentang prinsip dasar dan hubungan ilmu dengan
sosial, budaya, dan politik, serta memberi manfaat bagi orang lain yang membaca
makalah ini.
a)
Apa
pengertian ilmu ?
b)
Apa
pengertian sosial, budaya, dan politik?
c)
Bagaimana
hubungan antara ilmu dengan sosial, budaya, dan politik?
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut The Liang
Gie, ilmu adalah rangkaian aktifitas manusia yang rasional dan kognitif dengan
berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah, sehingga menghasilkan
kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,
kemasyarakatan, atau kemanusiaan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh
pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.[1]
Joseph
Haberer (dalam Politicalization in Science, 1972) mendefinisikan ilmu
sebagai suatu aktivitas manusia yang beraneka ragam, bukan hanya sekumpulan
pengetahuan atau teori, tetapi juga suatu metodologi, suatu kegiatan praktek,
suatu jaringan pola-pola kebiasaan dan peranan yang melalui ilmu itu
pengetahuan diperoleh, diuji dan dikembangkan.[2]
Menurut
Leonard Nash (dalam The Nature of Natural Sciences, 1963) ilmu
pengetahuan adalah suatu institusi sosial (social institution), dan juga
merupakan prestasi perseorangan (individual achievement) disamping itu
ilmu merupakan suatu penemuan asli tentang dunia yang sebenarnya (genuine
discovery of the real world).
Pengertian
diatas telah menggambarkan betapa berpengaruhnya ilmu bagi perkembangan
manusia. Ilmu adalah suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi manusia, dengan
adanya ilmu segala kebutuhan manusia dan keperluan manusia bisa terpenuhi
dengan mudah dan cepat. Ilmu memiliki unsur pokok yaitu: Pertama, unsur
ontologis, secara mendasar membahas secara mendalam hakikat suatu objek, dengan
penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan rasional serta analisis dan
sintesis logika. Kedua, unsur epistimologis, menurut bahasa berasal dari yunani
yaitu episteme yang berarti pengetahuan. Aspek ini berkaitan dengan
pertanyaan bagaimana suatu objek itu dikaji, bagaimana metodologinya,
sistematikanya, teori atau tekniknya. Ketiga, unsur aksiologis, aspek ini
menyinggung penerapan sebuah ilmu. Pada penerapannya, ilmu dibagi menjadi tiga
yaitu ilmu murni, ilmu terapan, dan ilmu campuran.
Sedangkan cara untuk meneliti sebuah pengetahuan agar
bisa disebut dengan ilmu adalah dengan metode ilmiah, karena objek bahasan kali
ini bersangkutan dengan ilmu soshum maka metode ilmiah yang dipakai cenderung
untuk meneliti ilmu humaniora, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
1.
Problem:
yaitu melakukan observasi awal dan mengidentifikasi masalah.
2.
Rumusan
Masalah: yaitu mengajukan sejumlah pertanyaan sebagai landasan awal penelitian
dalam masalah yang akan diteliti dan harus sadar dan tahu apa tujuan dari
penelitian.
3.
Analisis
data: yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan objek dan melakukan
interpretasi data serta generalisasi terhadap sample data penelitian.
4.
Kesimpulan:
setelah melakukan tugas diatas lalu menyimpulkan dan dalam kesimpulan akan
menghasilkan sebuah teori.
Pengetahuan tentang sosial, budaya, dan politik di seleksi dengan
metode ilmiah sehingga menghasilkan suatu ilmu yaitu ilmu sosial, ilmu budaya,
dan ilmu politik. Dengan hasil penelitian ilmiah, maka mempermudah manusia
untuk mempelajarinya, dengan kejadian dari realitas yang ada dimasyarakat,
demikian akan dipaparkan mengenai pengertian dan hubungan ilmu dengan sosial,
budaya, dan politik.
Sosial
biasa didefinisikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam
masyarakat, selain itu juga sering didefinisikan sebagai suatu sifat yang
mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia sehingga memunculkan sifat
saling tolong-menolong. Adapun Definisi sosial menurut para ahli, antara lain
adalah:
a.
Lewis
Sosial
adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan, dan ditetapkan dalam interaksi
sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya.
b.
Engin fahri
Sosial
adalah sebuah inti dari bagaimana manusia berhubungan walaupun masih juga
diperdebatkan tentang pola berhubungan tersebut.
c.
Ruth Aylet
Sosial
adalah sesuatu yang dapat dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap inheren
dan integrasi .
Namun,
jika dilihat dari sasaran dan tujuan dari istilah sosial yang berkaitan dengan
kemanusiaan, maka sosial dapat dimaksudkan dengan rangkaian norma, moral, nilai
dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat sebagai acuan dalam
berhubungan antar manusia.
Ø Hubungan Ilmu dan Sosial
Seperti
telah kita ketahui, perkembangan ilmu tidak pernah terlepas dari
ketersinggungannya dengan berbagai masalah moral (yang merupakan komponen
sosial). Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Ilmu bisa menjadi
malapetaka ketika digunakan dengan tidak mengindahkan nilai moral yang ada.
Tetapi sebaliknya, dengan dimanfaatkannya ilmu dengan mengindahkan nilai moral,
ilmu akan menjadi sebuah rahmat.[3] Hubungan
antara ilmu dan sosial adalah:
·
Dengan
adanya ilmu bagi kehidupan sosial merupakan sebuah sarana yang mana keperluan dan kebutuhan sosial manusia
dapat terpenuhi, selain itu engan adanya ilmu, dapat mengetahui bagaimana
sebuah hubungan sosial dapat dilakukan dengan baik, dan sesuai dengan
perkembangannya
·
Dengan
adanya sosial dengan segala unsur yang ada di dalamnya, ilmu dapat digunakan
dan dimanfaaatkan dengan baik. Selain itu dengan adanya sosial dalam bidang
keilmuan dapat menjadi pembatas dalam penggunaan dan pemanfaatan ilmu sesuai dengan baik atau buruknya
ilmu maupun nilai-nilai sosial yang ada pada pengguna ilmu yang berdampak bagi
kehidupan sosial manusia.[4]
Kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya
untuk memahami dan mengiterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi
landasan untuk mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan.[5]
Defnisi lain kebudayaan adalah pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya
oleh yang bersangkutan dan diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan
emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan
buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang kotor atau tidak dan lain
sebagainya.
Definisi
kebudayaan menurut Djojodigono, kebudayaan merupakan daya dari budi pekerti
yang berupa cipta, rasa, dan tata.
Kebudayaan
memiliki sifat yang diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu:
a.
Etnosentris
adalah Persepsi yang dimiliki individu dan menganggap bahwa kebudayaannya yang
terbaik dibandingkan dengan kebudayaan yang lain.
b.
Universal
adalah kebudayaan berlaku untuk semua orang (umum).
c.
Akulturasi
merupakan perpaduan atau percampuran dua kebudayaan yang saling bertemu dan
saling memperngaruhi sehingga terbentuk kebudayaan yang baru.
d.
Adaptif
, bahwa kebudayaan selalu mampu menyesuaikan diri.
e.
Dinamis,
kebudayaan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangannya
kehidupan.
f.
Integratif
artinya kebudayan itu memadukan semua unsur yang dapat mencapai suatu
keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat.
Ø Hubungan Ilmu dan Kebudayaan
Dilihat
dari sejarah perkembangan umat manusia, diandaikan bahwa kebudayaan dengan
perkembangan ilmu adalah kebudayaan yang lebih tinggi taraf perkembangannya
dari kebudayaan tanpa ilmu, karena dengan perkembangan ilmu, alam raya semakin
dapat dijelaskan dan dikuasai.[6]
Ilmu
yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan juga merupakan unsur kebudayaan.
Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi (Jujun, 2003; 272). Disatu pihak pengembangan ilmu dalam suatu
masyarakat tergantung dari kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan itu terpadu secara
intim dengan seluruh struktur sosial dan tradisi kebudayaannya.
Dalam
kebudayaan ilmu mempunyai peranan ganda, yang Pertama, ilmu merupakan
sumber nilai yang mendukung terselenggaranya perkembangan kebudayaan nasional. Kedua,
Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi perbentukan watak suatu bangsa.[7] Kedua hal ini terpadu satu sama lain dan
sukar dibedakan. Pengkajian kebudayaan nasional tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan ilmu.
Oleh
karena itu hubungan antara Ilmu dan kebudayaan yaitu keduanya saling menunjang
satu sama lain, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jujun diatas,
ketidakterlepasan terlihat dari pernyataan bahwa ilmu merupakan bagian dari
kebudayaan. Sedangkan eksistesi suatu budaya juga ditunjang dan dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu tersebut. Sehingga dapat diibaratkan hubungan antara
ilmu dan kebudayaan seperti dua sisi mata uang logam yang tidak dapat
terpisahkan keberadaannya.
Pada
dasarnya seragkaian pengetahuan bisa dikategorikan sebagai ilmu apabila
memenuhi unsur pokok, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Begitu juga
dengan ilmu politik, apakah ia sebuah ilmu atau hanya cabang dari salah satu
kajian ilmu saja. Untuk itu perlu kita kaji lebih dalam perihal ini.
Pertama unsur ontologis, secara mendasar membahas secara mendalam
hakikat suatu objek, dengan penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan
rasional serta analisis dan sintesis logika.
Politik berasal dari bahasa yunani polis yang berarti kota
atau negara kota. Dari kata dasar tersebut kemudian diturunkan
menjadi polites (warga negara), politikos (kewarganegaraan), dan politeke
episteme (ilmu politik).[8]
Secara istilah, politik menurut Rod Hague adalah “kegiatan yang menyangkut cara
bagaimana kelompok-kelompok mencari keputusan-keputusan yang bersifat kolektif
dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara
anggota-anggotanya”. Sedangkan menurut Andrew Heywood adalah “kegiatan suatu
bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen
peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya yang berarti tidak dapat
terlepas dari gejala konflik dan kerja sama”.[9]
Politik sebagai ilmu atau ilmu politik banyak juga didefinisikan
oleh pakar, namun karena sudut pandang terhadap objek dengan penekanan yang
berbeda menimbulkan perbedaan. Meski begitu Konsep-konsep pokok dari ilmu
politik berkaitan dengan negara; negara dan pemerintah; kekuasaan; pengambilan
keputusan; kebijaksanaan umum; pembagian; kelembagaan masyarakat; dan kegiatan
serta tingkah laku politik.[10]
The Liang Gie memberikan rumusan yang tersendiri bagi definisi ilmu
politik, yaitu sebagai kelompok pengetahuan teratur yang membahas gejala-gejala
dalam kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian pada perjuangan manusia
mencari atau mempertahankan kekuasaan guna mencapai apa yang diinginkan.[11]
Kedua,
unsur epistimologis, menurut bahasa berasal dari yunani yaitu episteme
yang berarti pengetahuan. Aspek ini berkaitan dengan pertanyaan bagaimana suatu
objek itu dikaji, bagaimana metodologinya, sistematikanya, teori atau
tekniknya.
Menuju ilmu politik, ada beberapa
pakar yang merumuskan pendekatan dalam kajiannya. Seperti SP. Varma dan Miriam
Budiardjo membagi pendekatan ilmu politik menjadi tiga yaitu pendekatan
tradisional, pendekatan tingkah laku, dan pendekatan pasca tingkah laku.[12]
Berbeda dengan Varma dan Miriam, Apter dan Adrian menyimpulkan tiga pendekatan
politik yaitu pendekatan normatif, pendekatan struktural, dan pendekatan
perilaku.[13]
Kemudian
dalam hal teori[14],
menurut Miriam Budiardjo bahasan teori politik meliputi:
1.
Tujuan
dari kegiatan politik.
2.
Cara-cara
mencapai tujuan.
3.
Kemungkinan-kemungkinan
dan kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu.
4.
Kewajiban-kewajiban
(obligations) yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.[15]
Selanjutnya
teori politik menurut pelopor pendekatan tradisional George H. Sabine meliputi
:
a.
Pernyataan
faktual tentang bentuk-bentuk peristiwa yang muncul.
b.
Pernyataan
tentang apa yang disebut sebagai kausal.
c.
Pernyataan
bahwa sesuatu harus terjadi, atau sesuatu yang benar dan diinginkan telah
terjadi.[16]
Perbedaan
pendekatan terhadap objek (ilmu politik) didasarkan pada cara pandangnya atau
dari sudut mana penekanan sebuah objek diberikan. Selain itu latar belakang
keilmuan juga berpengaruh, seperti seorang psikolog akan memandang objek lebih
kepada perilakunya.
Ketiga, unsur aksiologis, aspek ini
menyinggung penerapan sebuah ilmu. Pada penerapannya, ilmu dibagi menjadi tiga
yaitu ilmu murni, ilmu terapan, dan ilmu campuran.
Politik
sendiri termasuk dalam ilmu campuran, selain ilmu teoritis empiris juga
termasuk ilmu praktis karena bisa langsung diterapkan atau disebut politik
praktis. Oleh karena itu para politikus selain sudah berbakat untuk memainkan
perannya juga penting mempelajari ilmu politik yang sudah tentu bakal memahami
teori, bentuk dan proses politik itu sendiri.[17]
BAB III
PENUTUP
Efriza.2009. Ilmu
politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan. (Alfabeta: Bandung).
Sinaga S.R.2013.
pengantar ilmu politik. (Graha Ilmu: Yogyakarta).
Adib
Muhammad.2015. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
Latif Mukhtar.2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (
Jakarta: Kencana).
The Liang Gie.1991. pengantar filsafat ilmu.(Yogyakarta:
Liberty).
Hanitijo R.S.1990. Hukum dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam masyarakat.
[2] Ronny Hanitijo Soemitro, Hukum dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di dalam masyarakat, (Semarang, 1990), Hlm. 5.
[3] Latif, Orientasi
ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 285
[5] Muhammad Adib, Filsafat
Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 245
[6] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi,
dan Logika Ilmu Pengetahuan.,hlm. 247.
[8] Rudi Salam
Sinaga, pengantar ilmu politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013)
[9] Rudi Salam
Sinaga, pengantar ilmu politik,.
[10] Efriza, ilmu
politik: dari ilmu politik sampai sistempemerintahan, (Bandung: Alfabeta, 2009).
[11] Efriza, ilmu
politik: dari ilmu politik sampai sistempemerintahan,.
[12] Efriza, Ilmu
politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan., hlm. 14.
[14] Definisis Teori
menurut Ronald H Chilcote adalah sekumpulan generalisasi dan prinsip-prinsip
koheren (logis, saling berkaitan) mengenai praktek atau sesuatu yang menjadi
objek telaah. Segenap generalisasi dan prinsip-prinsip itu bersifat hipotesis
maupun konseptual. Lih. Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai
sistem pemerintahan., hlm. 36.
[15] Lht catatan
kaki Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan,.
[16] Lih. catatan
kaki Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan,.
No comments:
Post a Comment