Powered By Blogger

Translate

Total Pageviews

Sunday, December 3, 2017

Hubungan Ilmu dengan sosial, budaya, dan politik

DAFTAR ISI


BAB I

PENDAHULUAN




a)                  Apa pengertian ilmu ?
b)                  Apa pengertian sosial, budaya, dan politik?
c)                  Bagaimana hubungan antara ilmu dengan sosial, budaya, dan politik?

BAB II

PEMBAHASAN



Joseph Haberer (dalam Politicalization in Science, 1972) mendefinisikan ilmu sebagai suatu aktivitas manusia yang beraneka ragam, bukan hanya sekumpulan pengetahuan atau teori, tetapi juga suatu metodologi, suatu kegiatan praktek, suatu jaringan pola-pola kebiasaan dan peranan yang melalui ilmu itu pengetahuan diperoleh, diuji dan dikembangkan.[2]
Menurut Leonard Nash (dalam The Nature of Natural Sciences, 1963) ilmu pengetahuan adalah suatu institusi sosial (social institution), dan juga merupakan prestasi perseorangan (individual achievement) disamping itu ilmu merupakan suatu penemuan asli tentang dunia yang sebenarnya (genuine discovery of the real world). 
Pengertian diatas telah menggambarkan betapa berpengaruhnya ilmu bagi perkembangan manusia. Ilmu adalah suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi manusia, dengan adanya ilmu segala kebutuhan manusia dan keperluan manusia bisa terpenuhi dengan mudah dan cepat. Ilmu memiliki unsur pokok yaitu: Pertama, unsur ontologis, secara mendasar membahas secara mendalam hakikat suatu objek, dengan penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan rasional serta analisis dan sintesis logika. Kedua, unsur epistimologis, menurut bahasa berasal dari yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan. Aspek ini berkaitan dengan pertanyaan bagaimana suatu objek itu dikaji, bagaimana metodologinya, sistematikanya, teori atau tekniknya. Ketiga, unsur aksiologis, aspek ini menyinggung penerapan sebuah ilmu. Pada penerapannya, ilmu dibagi menjadi tiga yaitu ilmu murni, ilmu terapan, dan ilmu campuran.
Sedangkan cara untuk meneliti sebuah pengetahuan agar bisa disebut dengan ilmu adalah dengan metode ilmiah, karena objek bahasan kali ini bersangkutan dengan ilmu soshum maka metode ilmiah yang dipakai cenderung untuk meneliti ilmu humaniora, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
1.    Problem: yaitu melakukan observasi awal dan mengidentifikasi masalah.
2.    Rumusan Masalah: yaitu mengajukan sejumlah pertanyaan sebagai landasan awal penelitian dalam masalah yang akan diteliti dan harus sadar dan tahu apa tujuan dari penelitian.
3.    Analisis data: yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan objek dan melakukan interpretasi data serta generalisasi terhadap sample data penelitian.
4.    Kesimpulan: setelah melakukan tugas diatas lalu menyimpulkan dan dalam kesimpulan akan menghasilkan sebuah teori.



Sosial biasa didefinisikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, selain itu juga sering didefinisikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia sehingga memunculkan sifat saling tolong-menolong. Adapun Definisi sosial menurut para ahli, antara lain adalah:
a.                  Lewis
Sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan, dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya.
b.                  Engin fahri
Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana manusia berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan tersebut.
c.                   Ruth Aylet
Sosial adalah sesuatu yang dapat dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap inheren dan integrasi .
Namun, jika dilihat dari sasaran dan tujuan dari istilah sosial yang berkaitan dengan kemanusiaan, maka sosial dapat dimaksudkan dengan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat sebagai acuan dalam berhubungan antar manusia.

Ø  Hubungan Ilmu dan Sosial
Seperti telah kita ketahui, perkembangan ilmu tidak pernah terlepas dari ketersinggungannya dengan berbagai masalah moral (yang merupakan komponen sosial). Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Ilmu bisa menjadi malapetaka ketika digunakan dengan tidak mengindahkan nilai moral yang ada. Tetapi sebaliknya, dengan dimanfaatkannya ilmu dengan mengindahkan nilai moral, ilmu akan menjadi sebuah rahmat.[3] Hubungan antara ilmu dan sosial adalah:
·                     Dengan adanya ilmu bagi kehidupan sosial merupakan sebuah sarana yang  mana keperluan dan kebutuhan sosial manusia dapat terpenuhi, selain itu engan adanya ilmu, dapat mengetahui bagaimana sebuah hubungan sosial dapat dilakukan dengan baik, dan sesuai dengan perkembangannya
·                     Dengan adanya sosial dengan segala unsur yang ada di dalamnya, ilmu dapat digunakan dan dimanfaaatkan dengan baik. Selain itu dengan adanya sosial dalam bidang keilmuan dapat menjadi pembatas dalam penggunaan  dan pemanfaatan ilmu sesuai dengan baik atau buruknya ilmu maupun nilai-nilai sosial yang ada pada pengguna ilmu yang berdampak bagi kehidupan sosial manusia.[4]


Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan mengiterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan untuk mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan.[5] Defnisi lain kebudayaan adalah pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya oleh yang bersangkutan dan diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang kotor atau tidak dan lain sebagainya.
Definisi kebudayaan menurut Djojodigono, kebudayaan merupakan daya dari budi pekerti yang berupa cipta, rasa, dan tata.
Kebudayaan memiliki sifat yang diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu:
a.                   Etnosentris adalah Persepsi yang dimiliki individu dan menganggap bahwa kebudayaannya yang terbaik dibandingkan dengan kebudayaan yang lain.
b.                  Universal adalah kebudayaan berlaku untuk semua orang (umum).
c.                   Akulturasi merupakan perpaduan atau percampuran dua kebudayaan yang saling bertemu dan saling memperngaruhi sehingga terbentuk kebudayaan yang baru.
d.                  Adaptif , bahwa kebudayaan selalu mampu menyesuaikan diri.
e.                   Dinamis, kebudayaan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangannya kehidupan.
f.                   Integratif artinya kebudayan itu memadukan semua unsur yang dapat mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat.

Ø    Hubungan Ilmu dan Kebudayaan
Dilihat dari sejarah perkembangan umat manusia, diandaikan bahwa kebudayaan dengan perkembangan ilmu adalah kebudayaan yang lebih tinggi taraf perkembangannya dari kebudayaan tanpa ilmu, karena dengan perkembangan ilmu, alam raya semakin dapat dijelaskan dan dikuasai.[6]
Ilmu yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan juga merupakan unsur kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi (Jujun, 2003; 272). Disatu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kebudayaan. Ilmu dan kebudayaan itu terpadu secara intim dengan seluruh struktur sosial dan tradisi kebudayaannya.
Dalam kebudayaan ilmu mempunyai peranan ganda, yang Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya perkembangan kebudayaan nasional. Kedua, Ilmu merupakan sumber nilai yang mengisi perbentukan watak suatu bangsa.[7] Kedua hal ini terpadu satu sama lain dan sukar dibedakan. Pengkajian kebudayaan nasional tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu.
Oleh karena itu hubungan antara Ilmu dan kebudayaan yaitu keduanya saling menunjang satu sama lain, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jujun diatas, ketidakterlepasan terlihat dari pernyataan bahwa ilmu merupakan bagian dari kebudayaan. Sedangkan eksistesi suatu budaya juga ditunjang dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu tersebut. Sehingga dapat diibaratkan hubungan antara ilmu dan kebudayaan seperti dua sisi mata uang logam yang tidak dapat terpisahkan keberadaannya.

Pada dasarnya seragkaian pengetahuan bisa dikategorikan sebagai ilmu apabila memenuhi unsur pokok, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Begitu juga dengan ilmu politik, apakah ia sebuah ilmu atau hanya cabang dari salah satu kajian ilmu saja. Untuk itu perlu kita kaji lebih dalam perihal ini.
Pertama unsur ontologis, secara mendasar membahas secara mendalam hakikat suatu objek, dengan penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan rasional serta analisis dan sintesis logika.
Politik berasal dari bahasa yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Dari kata dasar tersebut kemudian diturunkan menjadi polites (warga negara), politikos (kewarganegaraan), dan politeke episteme (ilmu politik).[8] Secara istilah, politik menurut Rod Hague adalah “kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencari keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya”. Sedangkan menurut Andrew Heywood adalah “kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama”.[9]
Politik sebagai ilmu atau ilmu politik banyak juga didefinisikan oleh pakar, namun karena sudut pandang terhadap objek dengan penekanan yang berbeda menimbulkan perbedaan. Meski begitu Konsep-konsep pokok dari ilmu politik berkaitan dengan negara; negara dan pemerintah; kekuasaan; pengambilan keputusan; kebijaksanaan umum; pembagian; kelembagaan masyarakat; dan kegiatan serta tingkah laku politik.[10]
The Liang Gie memberikan rumusan yang tersendiri bagi definisi ilmu politik, yaitu sebagai kelompok pengetahuan teratur yang membahas gejala-gejala dalam kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian pada perjuangan manusia mencari atau mempertahankan kekuasaan guna mencapai apa yang diinginkan.[11]
Kedua, unsur epistimologis, menurut bahasa berasal dari yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan. Aspek ini berkaitan dengan pertanyaan bagaimana suatu objek itu dikaji, bagaimana metodologinya, sistematikanya, teori atau tekniknya.
            Menuju ilmu politik, ada beberapa pakar yang merumuskan pendekatan dalam kajiannya. Seperti SP. Varma dan Miriam Budiardjo membagi pendekatan ilmu politik menjadi tiga yaitu pendekatan tradisional, pendekatan tingkah laku, dan pendekatan pasca tingkah laku.[12] Berbeda dengan Varma dan Miriam, Apter dan Adrian menyimpulkan tiga pendekatan politik yaitu pendekatan normatif, pendekatan struktural, dan pendekatan perilaku.[13]
Kemudian dalam hal teori[14], menurut Miriam Budiardjo bahasan teori politik meliputi:
1.                  Tujuan dari kegiatan politik.
2.                  Cara-cara mencapai tujuan.
3.                  Kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu.
4.                  Kewajiban-kewajiban (obligations) yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.[15]
Selanjutnya teori politik menurut pelopor pendekatan tradisional George H. Sabine meliputi :
a.                   Pernyataan faktual tentang bentuk-bentuk peristiwa yang muncul.
b.                  Pernyataan tentang apa yang disebut sebagai kausal.
c.                   Pernyataan bahwa sesuatu harus terjadi, atau sesuatu yang benar dan diinginkan telah terjadi.[16]
Perbedaan pendekatan terhadap objek (ilmu politik) didasarkan pada cara pandangnya atau dari sudut mana penekanan sebuah objek diberikan. Selain itu latar belakang keilmuan juga berpengaruh, seperti seorang psikolog akan memandang objek lebih kepada perilakunya.
            Ketiga, unsur aksiologis, aspek ini menyinggung penerapan sebuah ilmu. Pada penerapannya, ilmu dibagi menjadi tiga yaitu ilmu murni, ilmu terapan, dan ilmu campuran.
Politik sendiri termasuk dalam ilmu campuran, selain ilmu teoritis empiris juga termasuk ilmu praktis karena bisa langsung diterapkan atau disebut politik praktis. Oleh karena itu para politikus selain sudah berbakat untuk memainkan perannya juga penting mempelajari ilmu politik yang sudah tentu bakal memahami teori, bentuk dan proses politik itu sendiri.[17]



BAB III

PENUTUP





Efriza.2009. Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan. (Alfabeta: Bandung).
Sinaga S.R.2013. pengantar ilmu politik. (Graha Ilmu: Yogyakarta).
Adib Muhammad.2015. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
Latif Mukhtar.2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana).
The Liang Gie.1991. pengantar filsafat ilmu.(Yogyakarta: Liberty).
Hanitijo R.S.1990. Hukum dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam masyarakat.





[1] The Liang Gie, pengantar filsafat ilmu.(Yogyakarta: Liberty, 1991). hlm. 89.
[2] Ronny Hanitijo Soemitro, Hukum dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam masyarakat, (Semarang, 1990), Hlm. 5.
[3] Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 285

[4] Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, hlm. 283
[5] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 245
[6] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.,hlm. 247.
[7]Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 324
[8] Rudi Salam Sinaga, pengantar ilmu politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013)
[9] Rudi Salam Sinaga, pengantar ilmu politik,.
[10] Efriza, ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistempemerintahan, (Bandung:  Alfabeta, 2009).
[11] Efriza, ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistempemerintahan,.
[12] Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan., hlm. 14.
[13] Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan., hlm. 19.
[14] Definisis Teori menurut Ronald H Chilcote adalah sekumpulan generalisasi dan prinsip-prinsip koheren (logis, saling berkaitan) mengenai praktek atau sesuatu yang menjadi objek telaah. Segenap generalisasi dan prinsip-prinsip itu bersifat hipotesis maupun konseptual. Lih. Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan., hlm. 36.
[15] Lht catatan kaki Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan,.
[16] Lih. catatan kaki Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan,.
[17] Efriza, Ilmu politik: dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan,.

No comments:

Post a Comment